Team Hore-Hore
foto yang tersisa dari kenangan waktu itu. waktu aku masih bisa melihat senyum mereka
Akhir-akhir ini Medan begitu
dingin ditemani hujan. Sendu sekali. Curah hujan juga menemani aktivitas
orang-orang yang saat ini menetap di Medan. Malam ini memang dingin,
sementara ingatan perempuan yang sedang
mengendarai sepeda motor begitu hangat. Di balik helm yang sedang ia kenakan,
ia memutar kembali rekaman ingatan tentang orang-orang yang pernah
membersamainya. Satu persatu wajah, ia ingat kembali.
Dulu, sebelum negara api
menyerang, sebelum dunia pasca kampus kami jalani, sebelum beban-beban mulai
kelihatan, rasanya kata “team hore-hore” sangat akrab di telinga kami. Tiap temen
kami punya ide, langsung deh mainin peran sesuai dengan porsi masing-masing,
yang pada intinya memang ingin berperan sebagai team hore-hore dari ide maupun
wacana kebaikan temen.
Rasanya gimana jadi team
hore-hore? Gimana juga rasanya punya teman yang mau jadi team hore-hore?
Seru.
Hidupmu menjadi lebih
warna-warni. Bermacam ragam warna seperti pelangi. Warna yang kita punya emang
enggak terlalu terang, tapi bisa jadi warna kita dibutuhkan oleh temen kita
untuk mewarnai hidupnya. Begitupun sebaliknya.
Menjadi team hore-hore temen
merupakan sebuah perjalanan terasyiq. Gak semua orang bisa menjadi inisiator,
eksekutor, maupun orator. Ada sih yang bisa di ketiganya, tapi orang yang
seperti itu jarang. Biasanya, orang-orang eksekutor melengkapi kehidupan
orang-orang inisiator dan orator. Begitupun kalau harus diputar-putar. Setiap
kekurangan dari kita, akan ada orang baik yang Allaah kirimkan melengkapi kehidupan
kita.
Jadi ceritanya, saat ini sedang
rindu-rindunya dengan mereka. Tak hanya mereka, kegiatan dan aktivitas yang
dilakukan saat itu juga sedang dirindukan. Terlebih kepada mereka yang kini
sudah berada dimana-mana. Kala tak punya keberanian untuk menyampaikan, mereka
bersedia mendukung agar ide itu tersampaikan. Tak sampai disitu saja, mereka
turut mendukung eksekusi dari ide tersebut. Kala tenaga dan kekuatan sangat
terbatas, mereka bersedia menemani dan membantu hal-hal yang perlu dibantu.
Kala itu, begitu heroik.
Kini, bukan tak heroik lagi.
Dunia pasca kampus membawa masing-masing dari kami bertemu dengan orang-orang
baru. Ada lahan garapan masing-masing. Namun tetap di lahan yang sama, punya
peran dan bagian masing-masing yang perlu dikerjakan.
“dimanapun kalian berada, ku
kirimkan terimakasih untuk warna dalam hidupku dan banyak kenangan indah.” Lirik lagu Monokrom, Tulus.
Kesibukan dan jarak yang memisahkan,
semoga ingatan-ingatan kita tak pernah lepas dari komitmen yang pernah kita
sepakati hari itu. Semoga Allaah mempertemukan kalian dengan orang-orang baru
yang membantu kalian untuk terus tumbuh dan berkembang. Tumbuh ke langit dan
hati tetap membumi.
Semoga Allaah menjaga semangat
juang mereka dimanapun mereka berada. Suatu hari nanti, semoga Allaah berkenan
mempertemukan kita dalam keaadaan yang semakin baik.
--
mon maap, sudah membongkar seluruh album poto, tapi memang ternyata kami semua tak pernah poto bersama khusus. Yang ada hanya ruang obrolan yang masih saja terasa hangat ketika dibaca kembali. Hangat dengan rindu. Hangat dengan doa. Hangat dengan penantian akan temu di tempat terbaik dan dalam kondisi yang lebih baik.
doakan kami tetap jalan beriringan meski jarak memisahkan. doakan kami bisa berdaya untuk umat :)
Ahhh aku pun rindu suasana itu. Egois yang mendarah daging menjadi bukti persaudaraan kita
BalasHapusHhaha, egois yang mendarah daging ya. Akan luntur pada masanya itu Ukht. sabar anti ya wkkwk
Hapus