Terimakasih, Yah !

Ada satu hal yang baru berani aku tanyakan ke Ibuk saat aku sudah se-gede ini. Pertanyaan yang orang lain juga tanyakan kepada ku. Saat orang lain bertanya, jawaban terbaik ku hanya senyum, sebab aku sendiri tak mengerti "mengapa Ayah memilih bolak-balik Hamparan Perak-Berastagi untuk mencari rezeki?". Orang-orang selalu bertanya mengenai berapa usia Ayah. Lalu selalu diikuti dengan pertanyaan di atas, ketika aku menjawab bilangan usia Ayah, mereka pun selalu terkejut.

"Ayah kamu sanggup ya bolak-balik Hamparan Perak-Berastagi di usia yang sudah segitu. Kalau saya tidak sanggup", ucap salah satu Ayah temen ketika kami ngobrol dan dia menanyakan pekerjaan Ayah beserta pertanyaan lainnya.

"kenapa Ayah kamu gak nginep aja di Berastagi lalu di akhir pekan balik ke Hamparan Perak?". Deg ! Eh iya, kenapa ya Ayah gak memilih ini. Ayah gak pulang berhari-hari ya biasanya hanya karna agenda penataran atau ada agenda yang mengharuskan Ayah untuk nginep. Selagi Ayah bisa pulang, Ayah akan pulang. Bahkan pernah pulang tengah malam lalu besok paginya pergi lagi mengikuti agenda tersebut. Kenapa Ayah ku sebegitunya?


Orang-orang akan berpikir betapa tidak logisnya cara berpikir Ayah, mau bolak-balik sejauh itu. Pergi di saat adzan Shubuh belum berkumandang lalu pulang kadang saat adzan Isya sudah selesai bahkan mungkin saat masjid-masjid sudah sepi dan gelap. Tapi aku yakin bagi seorang laki-laki yang sudah menjadi Ayah, pasti mengerti alasan seorang Ayah harus berjuang sebegitunya. Namun bagi anak perempuan seperti aku, tidak cukup mengerti saat aku di usia belasan tahun.

"Buk, kenapa Ayah gak nginep aja di Berastagi trus pulang di hari Sabtu atau Ahad?".

"Ayah gak akan mungkin melakukan hal itu. Ayahmu adalah Ayah yang gak pernah bisa jauh dari istri dan anak-anaknya. Bisa aja Ayah memilih dan melakukan itu, tapi bagi Ayah itu sama dengan menyiksa Ayah. Ayah lebih baik pergi-pulang dalam sehari dibanding harus pisah sama istri dan anak-anaknya lalu hanya bertemu dua kali dalam sepekan."

***seketika aja hening***

Pastinya setiap keluarga punya value, dan value yang tengah dipegang teguh oleh Ayah ialah tidak meninggalkan istri dan anak-anak dalam rumah tanpa Ayah meski bisa saja bertemu dua kali dalam sepekan. Tugas dan kewajiban seorang Ayah tak cuma memberikan rezeki, keberadaan Ayah dalam rumah memang sangat penting. Ini pula yang terlihat dalam kehidupan sehari-hari di keluarga kami. Ketika sanyoo rusak, tentu Ayah yang mengambil peran ini. Cok sambung tak bisa digunakan, Ayah juga mengambil peran ini. Ketika kami ngumpul bareng bercerita hantu saat mati lampu, tentunya takkan enak rasanya bila dilalui tanpa Ayah. Walau kadang ketika Ayah masih di perjalanan pulang ke rumah, kami akan bercerita apa saja sembari menunggu Ayah. ketika Ayah sampai rumah, makan lalu bersih-bersih, biasanya pun kami melanjutkan cerita dengan adanya Ayah. Peran Ayah memang begitu central bagi keluarga kami.

Aku pun meyakini keluarga yang long distance dengan Ayah, pasti punya alasan atas pilihan tersebut. Tentunya tidak mudah bagi Ayah maupun Ibuk yang berjarak, terlebih bagi anak-anak untuk menjalani hari-hari. Bisa jadi suatu kondisi serta keadaan yang memutuskan mereka harus menjalani pilihan itu. Semoga Allaah senantiasa menguatkan keluarga-keluarga di mana pun berada.

"Ku yakin kau tak pernah bermain dengan putrimu. Saat dia dewasa, dia akan mengerti kenapa kau bekerja keras. Semua Ayah akan dimarahi dan tak dihargai, tapi itu semua soal pengorbanan kan?" -dalam film Train To Busan
Di suatu hari ngerasain yang Ayah rasain, perjalanan 3 jam hanya untuk pergi. Pulang 4 jam dengan drama macet di jalan. Sepanjang jalan mengeluh capek. Melalui jalan yang hampir tidak ada lurusnya. Menanjak. Menurun. Menanjak lagi. Menurun lagi. Itu yang dilalui Ayah. Semua itu tentang pengorbanan. Pengorbanan yang baru dimengerti di usia segini. Betapa besarnya pengorbanan Ayah untuk istri dan anak-anaknya.

Ayah,
terimakasih.
Terimakasih untuk setiap hal yang sudah Ayah perjuangkan.

Komentar

Postingan Populer