Tempat Pulang Pertama

"Nanti kalau sudah punya anak, jangan lupa untuk menyekolahkan anak setinggi-tingginya. Titipkan ilmu yang tiada habis ke anak. Kalau menitipkan harta, paling bertahan hanya sekian tahun setelah itu habis."

"Gapapa kalau sekarang nangis-nangis karna capek ngelakuin ini itu, nanti juga bakal tau manfaat yang uda pernah dilakuin."

"Ayah sama ibuk enggak bisa mewariskan banyak harta, tapi ayah sama ibuk bisa mengusahakan yang terbaik untuk kalian dalam menuntut ilmu."

"Gaji jadi guru emang enggak banyak. Bisa jadi berkah karna uda ngajarin nak anak banyak hal. Yang sedikit dan tidak banyak itu, jangan lupa ditabung."

Ngomongin perihal parent, yang terlintas pertama kali adalah Ayah, Ibuk, Adek-adek. Tapi lebih tertarik untuk nulis tentang ayah dan ibuk. Di atas, nasihat-nasihat yang pernah ayah dan ibuk kasi ke aku. Bukan sedang menunjukkan bahwa aku baik-baik aja dan selalu merasa bahagia di dalam keluarga, aku yakin setiap orang punya perasaan dan pengalaman yang tidak menyenangkan bersama keluarga. Tapi keluarga berhasil menjadi urutan yang pertama dalam ingatan. Itulah sebabnya ada ungkapan, "keluarga merupakan rumah yang selalu menjadi tempat pulang."

Mengingat-ingat nasihat sama dengan sedang berusaha mengingat kebaikan yang ayah dan ibuk berikan. Meski tentunya ada luka yang masih berusaha untuk disembuhkan. Kalau bukan syukur yang menuntun, pasti aaada aja yang buat kita merasa orangtua kita enggak melek dengan hal-hal parenting yang kini banyak bertebaran. Iya kan? Lalu kita merasa orangtua kita tidak melakukan yang terbaik. Untuk itu, mengingat kebaikan mereka juga sama dengan memupuk syukur kita sebab sudah dilahirkan oleh ibu, dibina oleh ayah dan ibuk, hingga jadilah kita menjadi kita yang hari ini.

Pernah ada di titik Ayah dan Ibuk memblock aktivitas aku. Di titik itu pula rasanya aku tenggelam begitu dalem. Hilang arah. Gak tau mau gimana. Gak tau mesti gimana. Sebingungnya bingung. Padahal waktu itu usia ku 19 tahun. Usia remaja ku ditutup dengan melalui masa-masa terberat dalam hidupku. Permasalahannya bukan cuma ayah dan ibuk memblock aktivitasku, amanah-amanah yang seharusnya aku emban semua berantakan sebab aku sendiri bingung mau ngelakuin apa, mesti gimana, dan sebagainya.

Bukan tanpa alasan Ayah dan Ibuk memblock aktivitas ku. Jadwal-jadwal ku berantakan. Mulai dari kuliah, amanah kampus, juga amanah di luar kampus. Ayah dan ibuk liat aku tanpa jeda beraktivitas di luar rumah. Sampai gak ada waktu untuk di rumah bahkan hari Ahad.

Ibuk marah :(

Bener-bener marah. Padahal di awal ibuk adalah orang yang paling mendukung aku ikut organisasi. Perlahan aku mundur teratur dari amanah, masa jabatan belum usai. Aku mengira dengan aku mundur bisa menyelesaikan masalah, sayangnya malah menciptakan masalah baru. Pelik betul hari itu.

Berjalan dengan keadaan yang memilukan selama kur'ang lebih 8 bulan sampai menuntaskan amanah kampus. Dulu aku bertanya-tanya ke diri sendiri, "kenapa aku begitu?" dan "kenapa semua berjalan menyedihkan waktu itu?".

Dari kekelaman yang gelap hari itu, sekarang aku mengerti beberapa hal, setidaknya aku menemukan jawaban. Salah satunya, penting membangun komunikasi, memberi pengertian, memberi tahu ingin kita kepada orangtua kita. Dan aku melewati fase-fase itu. Fase yang aku sadari ketika aku genap berusia 20  tahun. Ketika aku mulai mengajak temen-temenku main ke rumah, ngobrol dengan ayah dan ibuk, lalu ayah dan ibuk tau lingkar pertemananku, hingga ayah dan ibuk tau aktivitas ku di luar rumah.

Dari sini, titik aku tau dan mengerti betapa pentingnya memberitahu ke orangtua mengenai aktivitasku. Memang ayah dan ibuk bakal nggak ngerti sepenuhnya tentang aktivitasku, tapi setidaknya mereka bisa tau bahwa aku baik-baik saja; berteman dengan orang baik, nggak ngelakuin kejahatan, dsb. Ternyata aku banyak melewatkan moment yang membentuk kualitas obrolanku dengan ayah dan ibuk. Menjadi wajar ayah dan ibuk memblock aktivitasku sebab ketidaktahuan mereka dengan yang aku lakukan di luar rumah.

Yang kemudian setelah aku mengerti, aku menarik kesimpulan bahwa ada beberapa langkah untuk mengkomunikasikan dengan orangtua;

  • Tau dan paham rule yang dipegang oleh orangtua di dalam keluarga kita. Setiap keluarga punya rule masing-masing. Semisal nih, keluarga kita sangat melarang kita pulang di atas jam 19.00 WIB. Karna orangtua menganggap anak yang pulang di jam segitu, anak yang gak baik. Ini tuh misalnya ya. Jadi, kita sebagai anak yang uda tau kalau rule itu sangat dipegang teguh sama orangtua kita, sebisa mungkin mengatur aktivitas kita di luar rumah tidak sampai pulang lewat dari jam yang uda ditentukan. Memang sebegitu penting sih menurut aku, tau dan paham rule di dalam keluarga. Jadi coba cari tau dulu yak tentang ini.
  • Mulai belajar mengkomunikasikan secara berkala. Ehehe ini agak berat untuk yang nggak terbiasa cerita ini itu ke orangtua. Pelan-pelan aja. Kita mulai dari 0 menuju angka 1 sampai terbiasa menjadi tak hingga. Iya, kita mulai izin dengan jelas. Kalau pergi, kasi tau mau pergi kemana dan pulang jam berapa. Lanjut ke, pergi sama siapa aja. Trus kalau ada waktu luang dan bisa cerita bareng di moment tertentu, kasi tau nama-nama temen kita dilengkapi dengan cerita. Ya meskipun dan walaupun orangtua belum pernah liat temen kita, tapi ceritain aja. Usahain ceritanya pakai penjelasan. Semisal gini, "Masak buk, tadi kan buk di syuraa kami otot-ototan. Gak ada yang mau ngalah. Sii *tiiiit*, bener-bener gak mau ngalah. Ngeselin lah Buk. Pengen dijitak tapi cowok". Jeda bentar trus kasi tau, "syuraa itu artinya rapat buk. Ya tadi bahasannya tentang agenda yang mau dilakuin dalam waktu terdekat sama organisasi". Sekali atau dua kali mungkin agak canggung, kalau dirutinkan bakal jadi terbiasa kok. Gapapa, usaha aja dulu :)
  • Yang gak kalah penting, cari moment yang pas untuk berkomunikasi. Hmm semisal pas lagi bantuin masak, duduk santai, mati lampu pada ngumpul bareng di ruang tamu, dan sebagainya.
  • Komunikasi juga ke Allaah, minta dibantu untuk dimudahkan membangun komunikasi dengan orangtua :) Manusia memang tak punya daya apa-apa tanpaNya.

Cuma dan hanya segitu langkah untuk berkomunikasi dengan orangtua yang aku ambil dari kesimpulan ku sendiri. Seperti singkat dan mudah dilakukan, tapi bagi anak-anak yang belum terbiasa ternyata butuh effort gede sampai usia 20 tahun baru menyadari :") tidak ada kata terlambat kan untuk belajar? Semangat jatuh cinta setiap hari tanpa henti ke keluarga, sama seperti keluarga yang mencintai kita tanpa jeda meski melalui adjdjdhkjhaahsu%%#$%nhjsdj dulu. Ehehe.

Keluarga memang bukan orang yang mengerti segala kegalauan kita. Seringkali pula kita tak mendapatkan sesuai yang kita harapkan saat kita bercerita dengan keluarga. Namun satu hal yang pasti, keluarga merupakan tempat pulang pertama kita saat semua pintu tertutup dan tak menerima kita. Menerima kepulangan kita, sepayah apapun diri kita.  Percayalah.

Komentar

Postingan Populer