Lupa Berdoa

Ditahun baru Hijriah yang baru saja berlalu beberapa hari yang lalu, aku mengikuti agenda IHSD (International Hijab Solidarity Day, penjelasan singkatnya bisa klik disini) yang diselenggarakan oleh FSLDK Sumatera. Agenda beginian mah selalu berhasil menjadi tempat reuni kecil-kecilan tanpa perayaan mewah tapi menyenangkan sekaligus bertabur syukur.

Bertemu dengan ciwi-ciwi, trus bertanya kabar hingga memanjangkan percakapan. Hari itu juga untuk pertama kalinya dalam hidup, sendirian naik angkot dari Masjid Raya menuju Lapangan Merdeka (Merdeka Walk). Iya, sendirian. Kalau ada list prestasi yang mesti ku buat, maka ini menjadi salah satu list prestasi bagi aku.

Didalam angkot tidak terlalu ramai. Ya lumayan tenang dan nyaman untuk ukuran orang sepertiku naik angkot dengan jumlah penumpang segitu. Tidak banyak dan tidak ada yang merokok. Awalnya begitu nyaman. Aku pun begitu menikmati. Tapi setelah beberapa menit, terjadi keanehan bagiku.

Kok aneh ya orang yang disamping aku ini ketawa-ketawa sendiri. Terlebih ketika supir berhenti. Sempat cuek sih. Perjalanan menuju Merdeka Walk masih jauh, buat aku ngerasa makin horor duduk disebelah ibuk yang ketawa sendirian. Aku yakin penumpang yang lain juga merasakan hal yang aneh seperti yang aku rasakan

Aku bisa apa selain bertahan didalam angkot sampai di tempat tujuan. Ngerasa risih,takut,horor, semua pikiran yang begituan bersatu padu, seolah seirama gitu. Berharap agar supir angkot peka dan menambah kecepatan hingga aku bisa segera sampai. Sayangnya, itu hanya harapan yang tak bisa disuarakan. Aku berusaha untuk enggak melihat Ibuk yang tertawa sendirian. Padahal kalau dilihat dari penampilan ibuk yang disamping aku nih rapi, dia bawa dua tas hitam, dan berbaju rapi. Ya, jangan lihat orang lain dari segi penampilan, mungkin begitulah istilahnya.

Dalam buku Mba Sinta Yudisia yang berjudul "Sketsa Cinta Bunda". Aku inget bahwa Mba Sinta menuliskan tentang perjalanan beliau serta hubungannya dengan doa. Dalam buku itu ada bagian yang berjudul "Doa Yang Cepat Dikabulkan". Mba Sinta bercerita bahwa beliau melakukan perjalanan yang kadang bertemu dengan orang reseh hingga membuat Mba Sinta tak nyaman. Lalu, Mba Sinta berfikir "Kenapa saya tidak berdoa meminta teman yang baik?". Pada bagian ini, Mba Sinta menjelaskan bahwa sebelum melakukan perjalanan beliau menunaikan shalat Jama qashar, disujud terakhir beliau melantunkan doa dalam hati "Semoga teman perjalanan kali ini ditemani seorang shalih dan baik".

Saat beliau berangkat, seseorang yang duduk disamping beliau ternyata seorang pemuda yang hafal 30 Juz. Membuat Mba Sinta mengobrol banyak hal mengenai cara menghafal Al-Qur'an, tentang surah-surah yang menarik dan mengesankan

Pada paragraf penutup cerita, Mba Sinta menuliskan "kadang kita lupa dengan doa kita dan menyangka Dia tak mendengar, apalagi mengabulkan. Demikian malu dan kecil diri ini, betapa Dia mendengar setiap lantunan hati yang terucap".

Ketika ku mengingat-ngingat pertanyaan "Kenapa ya Allaah mempertemukan aku dengan Ibuk itu?". Ku membatin "jangan jangan Allaah memberitahu kalau aku sudah lupa berdoa untuk meminta bertemu teman perjalanan yang baik". Persis seperti cerita Mba Sinta Yudisia, bahwa memang tidak boleh menyepelekan permintaan kita kepadaNya meskipun hal-hal yang sangat kecil.

Berdoa saja, Allaah dengar dan Allaah Maha Mengabulkan. Semoga dilain kali dan dilain kesempatan, ku tidak lagi lupa berdoa.

"ujiibu da'wataddaa'i idzaa da'aan (Q.S Al-Baqarah [2] : 186)".
Poto terakhir ini merupakan Buku Mba Sinta Yudisia yang memuat cerita diatas pun banyak memuat cerita inspirasi lainnya :)

Komentar

Postingan Populer