Harga Waktu


Mengenai waktu memang tidak terlepas dari pertanyaan, “digunakan untuk apa saja?” lalu “bagaimana cara memaksimalkan waktu yang hanya 24 jam untuk mengerjakan semua pekerjaan?”. Waktu yang Allaah beri untuk makhluk hidup di dunia ini hanya 24 jam dalam sehari, tidak lebih dan tidak kurang. Dalam kurun waktu 24 jam tersebut manusia beribadah sekaligus mengerjakan pekerjaan duniawi. Prioritas utama ya ibadah, harusnya pekerjaan-pekerjaan lain hanya sebagai sarana menanti waktunya shalat.

…adalah buku Menata Kala merupakan buku hasil kolaborasi Mba Novie Octaviane Mufti dengan Mba Khairunnisa Syaladin. Dari penjelasan singkat di buku, Mba Novie dan Mba Khairunnisa bertemu hanya 3 kali. Memiliki keresahan yang sama, membuat mereka melangkah untuk menuliskan kumpulan hikmah mengenai waktu ke dalam buku. Buku ini berisi 4 BAB, di masing-masing Bab bagi ku ada satu bagian favorit yang memberikan insight untukku.

Pada Bab pertama berjudul “Kala Bersama Dirimu Sendiri” berisi tentang waktu yang kita habiskan dengan diri kita sendiri, semisal dengan ketakutan-ketakutan akan masa depan yang dibuat oleh diri kita sendiri ternyata banyak menghabiskan waktu kita. Lalu kadang kita merasa lelah hingga ingin menyerah. Juga tentang waktu terbaik yang sudah Allaah siapkan untuk masing-masing dari kita. Hingga kebiasaan kita yang sering menunda, menganggap waktu selalu masih ada, padahal jika pun waktu masih ada, kita tak selalu bisa mendapatkan kesempatan yang sama.

…sering kali segala tentang masa depan hanya berhenti pada rencana-rencana yang tidak dilanjutkan pada aksi-aksi nyata. Alasannya selalu sama, “Ah, nanti saja, deh! Masih lama.

Hmm, kalau kita pikir-pikir, perwujudan mimpi kita terkadang menjadi gagal dan tak tergapai bukan karena ketidakmampuan kita untuk berjuang dan mengupayakan, tetapi karena terlalu mampunya diri kita untuk melakukan penundaan.

Sebuah Sub Bab berjudul Timeless berhasil membuat ku merenung lama, termasuk kutipan pembuka pada bagian ini, “If you can back in any age, what age that you could be?”. Timeless merupakan sebuah judul video dari Jubilee Project. Jika ingin melihat videonya, boleh klik disini.

Yak, dalam video tersebut hanya dengan satu pertanyaan kita mendapati ragam jawaban, “If you can back in any age, what age that you could be?”. Bagi anak kecil berusia 6 tahun, ia penuh semangat menjawab ingin menjadi seorang remaja berusia 15 tahun, ia ingin berada  di usia itu agar orang tuanya memberikan izin bermain bersama teman-temannya dengan lebih leluasa. Jawaban yang berbeda dari seorang anak remaja yang ia ingin kembali ke usia 10 tahun agar bisa mendapatkan kukis buatan ibunya yang sangat disukainya. Lalu seorang bapak berusia 42 tahun, ia ingin kembali ke usianya 25 tahun agar ia bisa mengembangkan potensinya dengan maksimal serta berjanji tidak malas-malasan di usia tersebut agar hidupnya saat ini lebih baik. Terakhir, dari seorang nenek berusia 60 tahun, dengan terbata-bata nenek itu menyebutkan bahwa ia ingin kembali muda agar bisa selalu ceria dan bisa melakukan yang ia mau.

Sayangnya keinginan-keinginan tersebut tak dapat kita ambil, apa yang sudah berlalu ya memang sudah berlalu, tak bisa kembali meski hanya sedetik. Lalu hari ini, saat kita menyadari bahwa ada banyak orang yang ingin kembali ke usia sebelumnya –termasuk aku, maka sudah seharusnya kita bersyukur di usia yang hari ini kita tapaki masih diberi kesempatan memaksimalkan segala daya dan upaya.

mensyukuri usia kita yang sekarang kita jalani adalah cara terbaik yang bisa kita lakukan agar semua tidak menjadi sia-sia”.

Pada Bab kedua berjudul “Kala bersama Allaah”, bagian ini bagian yang menampar diri sendiri tentang meluangkan waktu bersama Allaah. Sekian banyak waktu yang Allaah beri, seringkali kita merasa kurang hingga ibadah pun disempat-sempatkan, padahal sesungguhnya segala hal yang bersifat duniawi bukan lah prioritas utama dalam hidup kita.

“Kamu tidak perlu takut urusanmu berantakan karena kamu memprioritaskan Allaah. Lakukan saja ! Allaah yang akan mengurus semua urusanmu dengan sangat baik.

 Kita begitu sering memberikan waktu sisa kepada Allaah, sementara Allaah tak pernah memberikan apapun yang sisa kepada kita. Kesibukan kita sering membuat kita lalai shalat di awal waktu, padahal kita tahu bahwa waktu begitu mahal dan yang lebih mahal adalah shalat di awal waktu. Mengenai sepertiga malam yang tak kalah menampar, saat kita melewatkan malam-malam kita hanya dengan dengkuran tidur, jikalau pun  terbangun kita tak bergegas menegakkan tahajjud, artinya saat itu pula kita melewatkan kesempatan untuk memohon kepada Allaah agar doa-doa yang kita panjatkan menjadi terwujud.

Bagian yang paling favorit dari Bab ini ialah tentang “Orang yang Paling Sengsara”, selama ini kita mikirnya kalau orang yang paling sengsara ya orang yang memiliki keterbelakangan finansial atau kelas bawah gitu. Tapi ternyata enggak, seorang temen penulis yang pagi itu mendengar kajian di radio lalu berbagi apa yang sudah ia dengarkan dalam lingkaran obrolan makan siang di kantor, ia mengatakan “iya, ternyata orang paling sengsara di dunia adalah orang yang mengisi waktu-waktunya sepanjang hari dengan mengeluh. Waktu adzan shubuh berkumandang, dia mengeluh kenapa sih pagi datangnya cepat banget. Terus dia mandi, dia mengeluh kenapa dingin banget dan kenapa sabun atau samponya habis. Lalu, dia sarapan, mengeluh lagi, kenapa makanannya tidak enak dan membosankan karena setiap hari itu-itu saja. Terus dia berangkat kerja, di jalan sibuk mengeluh karena jalanan macet dan enggak sampai-sampai ke kantor. Di kantor juga dia mengeluh karena kerjaannya banyak dan rekan kerjanya menyebalkan. Pulang kerja, tetap mengeluh karena jalanan macet lagi. Eh, waktu pulang ke ruamh, dia mengeluh lagi kenapa orang-orang di rumah menyebalkan dan tidak sesuai dengan apa yang dia haraokan. Terus aja kayak gitu. Sengsara!”.

Jleb dong ya. Jujur saja, aku pernah mengeluh mengapa pagi begitu cepat datang saat alarm ku bunyi. Mengapa hari ini bekerja ketika aku harus berangkat dari rumah. Mengapa banyak sekali yang dikerjakan, saat deadline design menumpuk ditambah pekerjaan sekolah. Mengapa, mengapa dan mengapa. Ketika selesai membaca bagian ini, membawaku kepada kesadaraan bahwa aku pernah termasuk ke dalam golongan orang yang sengsara. Memang terasa begitu berat melakukan ini itu saat kita mengeluh, bahkan terasa begitu melelahkan. Sangat berbeda ketika kita beraktivitas dengan full rasa syukur, rasanya seberat apapun kita akan tetap bahagia dan meyakini Allaah melihat pekerjaan kita.

Padahal ternyata orang yang paling bahagia di dunia adalah orang yang bisa selalu bersyukur dalam keadaan apa pun. Syukurnya always on gitu.

Pada Bab ketiga berjudul “Kala Bersama Orang Lain”, mengenai waktu yang kita habiskan bersama orang lain, entah itu bersama dengan keluarga yang terkhusus Ayah dan Ibu, maupun waktu-waktu yang kita habiskan ketika menunggu, membantu hingga memikirkan “mengapa kita berbeda dengan orang lain?”. Bab ini lebih membahas kepada waktu yang terhubung dengan kehidupan manusia sebagai makhluk sosial.

“No matter how busy you are, you must take time to make the other person feel important.” – Mary Kay Ash

Kita sering mengejar bahagia untuk diri kita sendiri namun sering pula kita tak mendapatkannya. Mungkin pada sub bab “Bertemu Bahagia” kita akan menemukan jawabannya. Diceritakan dalam pertemuan ringan, seorang teman penulis menceritakan pengalamannya. Di suatu ketika temannya pernah ingin memenuhi panggilan wawancara di salah satu perusahaan starup di Jakarta. Saat ia berhenti di halte bus, dan melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki, diseberang jalan ia melihat seorang perempuan yang sedang kesusahan membenarkan mobilnya, ternyata perempuan itu seorang ibu yang tengah hamil.

Waktu ia hanya 20 menit harus sudah sampai di tempat wawancara tapi ia melihat tak ada yang berniat menolong selain dia. Ia bergegas menyeberang jalan dan membantu ibu itu. Setelah 20 menit berlalu, barulah selesai. Ia pun sadari bahwa waktunya sudah habis, kalaupun ia ke perusahaan tersebut, ia akan terlambat. Namun ia tetap datang ke perusahaan itu, siapa tahu masih ada tersisa harapan untuk dia.
Ketika ia sampai, ia bertemu dengan pewawancarannya namun sayang ia ditolak. Mereka tidak mentoleransi keterlambatannya, ia pun pergi dan menerima sembari berdoa kepada Allaah agar berkenan memberikan yang terbaik kepadanya. Selang beberapa waktu, ia dipanggil wawancara dari perusahaan yang sudah lama ia ajukan lamaran, sampai ia lupa. Perusahaan tersebut pula perusahaan yang ia idam-idamkan. Alhamdulillaah, kini ia bekerja di perusahaan tersebut –perusahaan yang didambakannya.

Terkadang, saat kita berusaha untuk menemukan kebahagiaan diri sendiri justru yang kita temukan adalah kesusahan. Sampai akhirnya saat waktu yang kita miliki habis, kita pun belum merasa bahagia. Akan berbeda ceritanya saat kita membantu orang lain menemukan kebahagiaannya maka Allaah pun akan mempermudah jalan kita untuk menemukan kebagiaan.

Pada Bab keempat berjudul “Mengeja Kala”, bab ini merupakan bab terakhir. Berisi mengenai langkah-langkah mengatur diri agar tetap bisa produktivitas, mulai dari berolahraga, mengontrol pola makan, manfaat dari kolaborasi, sampai pada beberapa tips singkat cara menggunakan waktu agar produktif.

Zaman sekarang, kalau tidak mau kolaborasi maka akan terasing sendiri” –Miftakhul Fikri

Masih banyak dari kita yang merasa kalap ketika sedang sibuk-sibuknya lalu merasa lelah, waktu dan agenda pun terasa berantakan –termasuk aku yang begitu. Sebuah rangkuman singkat dari sub bab yang berjudul “Membagi dan Mensiasati Waktu”, semoga mampu membuat kita memaksimalkan waktu kita.Berikut rangkumannya;

  • Biasakan mengelompokkan semua kegiatan yang perlu dilakukan dalam kelompok penting dan genting. Prioritas biasanya tidak terletak pada hal penting, tapi hal genting.
  • Menghadirkan focus yang utuh setiap kali sedang mengerjakan sesuatu.
  • Jangan tunda-tunda tugas/pekerjaan/amanah yang bisa disegerakan.
  • Tidur dan makan yang cukup dan sehat
  • Bergerak dan teruslah bergerak melakukan sesuatu; belajar, berbagi, berdiskusi, berkarya, atau apa saja yang membuat kita positif dan produktif
  • Sesekali me-time itu boleh.


Buku sederhana yang hanya berisi 174 halaman ini memberikan energi bagi kita untuk memanfaatkan waktu serta mengingatkan kita dalam menggunakan waktu. Kita memang tak mampu bahkan tak bisa memutar ulang waktu, tapi kita bisa menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya. Sangat merekomendasikan buku ini untuk di baca (:

Komentar

Postingan Populer