Urgentivitas

Sudah pernah ku katakan di tulisan sebelumnya yang ku tulis di sini,  bahwa aku pernah berada di titik terkelam hingga tenggelam sampai mata pun turut terpejam. Gelap. Tak bercahaya sedikitpun. Alasan utama selain aku yang belum piawai membentuk komunikasi dengan orangtuaku ialah urgentivitas ku yang berantakan ketika itu. Aku hanya sekedar tau prioritas, tapi aku tidak tau cara memprioritaskan. Aku hanya sampai pada materi, lalu limpung pada praktek. Memang teori aja enggak cukup ya :"

Masih ku ingat, di suatu hari yang cerah tapi tidak untuk hati ku yang patah, aku duduk di bangku paling depan. Saat dosen masih menjelaskan, ponsel ku bergetar, pertanda ada sms yang masuk. Ya dulu ya gitu, mainannya esemesan, enggak whatsapp-an. Ku baca, pesan dari nomor yang ku simpan dengan nama yang sangat ku kenali. Isi pesannya kurang lebih begini;

Assalam. Afwan Ukh. Anti nanti lebih baik syuro di **** saja, sudah banyak problematika urgentivitas anti.

Deg. Pesannya yang hari itu menusuk ulu hatiku. Kenapa dia yang ngirim pesan begitu. Kenapa bukan mereka yang aku harapkan mengirim pesan seperti itu. Kenapa dia lebih tau dan berani ngirim pesan gitu. Semua berputar sampai aku nangis sejadinya. Aku sadar semua berantakan saat itu, tapi aku sepertinya tak punya tenaga untuk memperbaikinya. Entah bagaimana aku bisa menjelaskan secara detail perasaanku waktu itu. Hari itu, urgentivitas ku memang menjadi sorotan :"(

Gak disangka, ternyata hari-hari terkelam itu berlalu dan menjadi pelajaran yang berharga begitu terasa hingga hari ini. Kalau waktu itu berbalik arah dan menyerah, barangkali tidak akan terbentuk menjadi aku yang hari ini. Pesan beserta rangkaian cerita yang masih ku ingat sampai hari ini, memberitahu tentang pentingnya menata urgentivitas. Bukan sedekar sampai di teori. Bukan juga sekedar tau cara mengurutkan. Melainkan bisa memilih dan melakukan yang mestinya didahulukan. Bahkan mencoba untuk dimulai dari yang mudah doeloe.

Aku mulai sadar kalau aku nih tipe makhluk yang isi kepalanya sering riuh dan parahnya sering lupa juga kedistraksi. Jadi memang butuh stickynote. Sering banget kalau lagi duduk atau lagi ngerjain sesuatu, di dalem kepala mikirin nanti setelah ini mau ngapain ya, trus langsung rencanain mau ngerjain ini ini dan ini. Sayangnya setelah mikir, enggak ditulis, trus buyar, bingung tadi ngerencanain apa aja ya.

Jadilah aku tidak tau apa aja yang harus ku kerjakan lebih dulu. Asal ngerjain aja yang disuka sesuai dengan mood. Stickynote sangat membantuku menata prioritas. Hampir setiap pagi dan setiap hari, aku menulis task to so list di stickynote. Ketercapaiannya 80%-100%. WOW.

Terasa beda banget menggunakan stickynote dengan tidak. Semua lebih tertata, isi kepala ku juga gak gampang buyar karna uda dicatet yang mesti dikerjakan dan mau dilakukan. Di awal, aku orang yang mudah frustasi kalau task to do list nya gak tercapai. Ekspektasi ku setiap membuat daftar, harus tercapai 100% di hari itu juga. Ternyata enggak mudah. Ada hal tak terduga di luar rencana.

Sehingga, aku yang lemah tak berdaya ini memohon padaNya untuk dilapangkan hati dalam menerima setiap usaha yang sudah aku lakukan. Kalau enggak tercapai hari ini, ya gapapa besok dikerjakan. Dievaluasi sebab enggak tercapai. Memaafkan diri.

Hari terkelam hari itu, terima kasih untuk pelajaran terbaik. Kini aku bersyukur telah melaluinya :)


Komentar

Postingan Populer